Rabu, 19 Februari 2014

cerpen- LEMBARAN MANIS SANG DIARY

“Dear diary,
Radian, sampai kapan aku harus menahan rasa ini? Aku sudah lama memendam rasa ini. Aku ingin mendekatimu, ingin sekali. Tapi aku takut diary, aku takut kalau dia tak sebaik yang kukira, aku takut dia membenciku. Aku hanya seorang gadis cupu, berkacamata tebal, kutu buku, dan suka menyendiri. Tak mungkin lelaki seperti Radian bisa mencintaiku. Aku…”
Terdengar suara berisik membuyarkan konsentrasiku. Dengan segera aku menutup diaryku dan berdiri tegap. Seorang laki-laki tampan berdiri di depan pintu dan berkata “Ngapain dek kamu di sini?”. Tubuhku melemas seketika, tak kusangka-sangka seorang lelaki yang selalu memenuhi halaman diaryku sedang berbicara denganku.
“Ehm.. lagi.. lagi bersihin gudang kak, tadi aku telat masuk kelas” aku menjawab dengan ragu-ragu
“Ohh.. pasti perintah dari Pak Edi ya? Hmm, aku juga heran sama itu guru, suka banget lihat muridnya sengsara, yang suruh bersihin gudanglah, bersihin kamar mandilah. Hello? Kalau para muridnya yang bersih-bersih terus tukang kebun sekolah ini keenakan dong” gerutu Radian sambil tertawa lebar. Tetapi aku hanya tersenyum malu melihat lelaki yang kucintai berbicara seenaknya.
“Oh iya, itu yang kau bawa apa?” Radian menunjuk buku yang kutenteng ini. Dengan segera aku mengamankan diary yang kubawa.
“Ehm.. bukan apa-apa kok, ini Cuma koleksi cerpen buatanku kak Radian” jawabku dengan singkat.
“Oh ya? Kamu kok tau namaku? Namamu siapa? Boleh aku lihat cerpen buatanmu itu? Kalau ada yang bagus kan bisa disumbangin ke majalah tahunan sekolah kita” jelas Radian
“Ehm.. ya tau kak, itu kan ada bet nama di seragam kakak” balasku sambil menunjuk bet seragam yang dikenakannya. “Ohh iya boleh kak, tapi besok aja ya kak aku bawa koleksiku yang lebih lengkap, Oh ya namaku Mitha kak”
“Iya deh adek Mitha” jawab radian sambil melontarkan senyuman kepadaku”
Senyuman itu bagai bumerang bagiku, menyerangku hingga aku tak berdaya. Tak henti-henti aku melirik Radian yang sedang membersihkan gudang. Bagiku melihat senyumannya saja sudah membuat sejuk hatiku. Rasanya aku ingin berlama-lama di gudang ini meskipun ruangan ini kotor, sempit, dan bau, asalkan bersama Radian semua menjadi nyaman.
Tak henti-hentinya aku tersenyum, dan tak lupa aku akan bercerita kepada teman sejatiku yaitu diary, meskipun diary ini benda mati, diary ini seakan berbicara padaku, dapat menenangkanku walaupun itu tidak nyata.
“Dear diary, aku senang sekali hari ini. Hari ini bagaikan hujan di kemarau panjang, tak dapat kupercaya Radian orang yang kusayang, ia berbicara kepadaku, ia ingin melihat cerpen karyaku. Ia tidak membenciku, ia malah perduli denganku diary. Akankah ada kesempatan buatku untuk menjadi yang teristimewa di hatinya? Aku menginginkannya diary. Aku sudah terlalu lama memendam perasaan ini”
Aku menutup diary kesayanganku, tak lupa aku akan membawa buku koleksi cerpenku seperti yang diinginkan oleh Radian. Aku beranjak dari meja belajarku, berbaring santai di atas ranjangku dan terlelap dalam mimpi yang indah
“Baiklah, cukup sampai di sini materi kita. Materi selanjutnya akan dilanjutkan pada pertemuan berikutnya. Selamat siang semua” Pak. Edi guru yang hobi menyuruh muridnya menggantikan pekerjaan tukang kebun itu mengakhiri pertemuannya. Aku bernafas lega. Aku berjalan keluar menyusuri koridor sekolah yang tampak megah.
“Heii Mitha.. Mitha” suara seorang lelaki menghentikan langkahku, aku menoleh mencari sumber suara itu. Tak salah duga, itu adalah Radian.
“Mitha, gimana cerpennya? Sudah kamu bawa?” nafas Radian tersengal-sengal karena berlari menghampiriku.
“Oh iya kok kak, aku bawa” jawabku dengan singkat.
“Oh ya sudah, kalau gitu kita makan siang sambil lihat-lihat cerpenmu itu ya”. Tanpa sempat menjawab, Radian menarik tanganku dan membawaku menuju parkiran untuk mengambil kendaraannya. Aku hanya tercengang melihat sikap Radian yang begitu perduli kepadaku. Perlakuan Radian memberiku harapan yang cukup besar
“Ayo mitha, kita jalan” suara Radian membuyarkan lamunanku, dengan segera aku menaiki motor yang dibawanya dan menuju cafe yang di tuju oleh Radian.
“Ohh, jadi ini koleksi cerpen kamu? Bagus-bagus kok, kata majas maupun kiasannya pas. Boleh aku pinjem kan” Ucap Radian sambil membolak-balik halaman buku yang kubawa
“Iya boleh kok kak” ucapku dengan lirih.
“Oh iya, kamu ada acara gak hari ini? Kalau gak, temenin aku ke toko buku, sama nyari barang-barang buat praktikum. Mau kan Mitha? Mau ya?”
“Aku nggak ada acara kok kak, iya aku temenin”. Rasanya aku ingin berteriak sekencang-kencangnya untuk meluapkan kebahagiaan yang kurasakan. Aku tak menyangka akan dekat dengan Radian secepat ini. Aku hanya melontarkan senyuman kepada Radian yang tengah membaca cerpenku.
Seperti biasa, aku akan bercerita kepada sahabatku
“Dear diary, aku hari ini seneng banget. Radian yang kukira hanya mau melihat-lihat cerpen karyaku ternyata ia benar-benar suka, bahkan bukuku dibawanya. Aku sempat makan siang, ke toko buku, bahkan aku ikut membantu Radian ngerjain tugasnya, yah walaupun aku hanya sedikit membantu diary. Aku semakin percaya deh kalau aku bisa menempati ruang kosong di hatinya. Aku percaya aku bisa, dengan perhatiannya, dengan rasa perdulinya membuat harapan yang dulu pernah musnah menjadi merekah-rekah seperti hatiku saat ini yang lagi di landa cinta”
“Mitha, temenin aku lagi yuk? Kayak kemarin” ajak Radian sambil menenteng tas sekolah yang dibawanya. Aku hanya mengangguk dan memberi senyuman tanda persetujuan. Hari ini berbeda dengan hari kemarin, kemarin aku hanya membantu Radian mengerjakan tugasnya. Tetapi hari ini, ia mengajakku bersenang-senang. Radian mengajakku nonton bioskop, keliling kota, atau pergi ke taman hanya untuk melihat-lihat anak kecil bermain-main. Rasanya aku ingin cepat-cepat bertemu diaryku, ingin bercerita tentang hari ini.
Hari semakin larut, Radian mengantatku pulang sekitar jam 7 malam. Tak terasa aku melalui hari-hariku bersama Radian.
“Besok kan malam minggu, aku jemput kamu ya? Kita makan malam besok. Aku ada kejutan buat kamu” ajak Radian
Aku seakan tak percaya apa yang dikatakan Radian. Jikalau Radian menyatakan cinta kepadaku besok, waktu itu terlalu singkat. Tapi, aku tak mau memungkiri kenyataan, aku selalu ingin bersamanya dan dekat dengannya.
“Hallo? Mitha? Kok ngelamun?” lagi-lagi Radian berusaha membuyarkan lamunanku
“Iya kak, aku bisa kok” aku pun menjawab dengan ragu-ragu.
Radian pun menaiki motornya dan meninggalkanku. Aku sempat ragu dengan apa yang dikatakan Radian. Apa maksud kata-kata “Aku ada kejutan buat kamu”. Mungkinkah apa yang ku inginkan selama ini akan menjadi nyata? Aku pun sekarang tak perduli betapa bodohnya penampilanku, yang terpenting aku dapat menjadi wanita yang istimewa di mata Radian.
Malam minggu ini, aku mempersiapkan diri, berdandan secantik mungkin untuk hari yang ku duga akan spesial ini. Deru mesin motor Radian memanggilku, aku meraih tasku dan segera keluar menghampiri Radian yang telah siap menunggu di depan. Kami pun segera menuju Elegant Restourant untuk makan malam tahun ini.
“sebenarnya mau ngasih kejutan apa sih malam ini?” aku bertanya dengan polosnya.
“Penasaran ya? Nanti kamu pasti tahu kok Mitha” jawab Radian.
Perasaanku semakin tak karuan, penasaran dengan apa kejutan Radian, aku mulai yakin kalau Radian akan menyatakan cintanya kepadaku malam ini. Tiba-tiba ada seorang gadis berparas cantik, mengenakan balutan gaun yang mewah, hampir sempurna tidak ada yang cacat sedikitpun dari fisiknya. Anehnya, gadis itu mengampiri Radian.
“Oh iya Mitha, perkenalkan ini pacar aku, namanya Febrisa? Cantik kan?” Radian berdiri tegap sambil memperkenalkan pacarnya padaku.
Seketika hatiku bagai tersengat listrik bertegangan tinggi. Ternyata ini kejutan yang dibicarakan Radian, hanya untuk memperkenalkanku pada pacarnya yang cantik ini? Ternyata perkiraanku salah besar. Radian tak pernah tertarik kepada gadis sepertiku, aku hanya gadis cupu, kutu buku, dan nggak cantik! Radian ternyata punya pacar!
“Namaku Febrisa, kamu pasti Mitha ya? Radian sering cerita lho soal kamu. Katanya kamu penulis cerpen yang hebat, kamu orangnya baik, nggak sombong, kalem lagi. Nggak salah kalau Radian menganggap kamu adik sendiri” Febrisa bercerita sambil melontarkan senyuman manis kepadaku yang sebenarnya senyuman itu malah menyayat hatiku.
“Iya benar, namaku Mitha” dengan berat hati aku menjawab dan berjabat tangan dengan Febrisa.
“Permisi, aku mau ke toilet” Aku segera pergi meninggalkan mereka, air mataku tumpah tak terbantahkan. Tak kuat aku menahan beban hati yang kurasakan. Aku memang salah terlalu banyak beharap kepada lelaki yang tak pernah mencintaiku, bahkan hanya menganggapku adik! Aku membuka diaryku, menumpahkan kepatah hatian yang kurasakan. Titik-titik air mataku membasahi tiap halaman diary yang kutulis. Aku tak dapat memaksa Radian mencintaiku, ia telah mendapat seseorang yang benar-benar tulus mencintainya.
“Aku ikhlas diary, aku ikhlas dia bersama yang lain, asalkan dia tetap tersenyum bahagia. Aku tau, cinta tak dapat dipaksakan. Aku akan mencoba merelakannya.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar